Miscellaneous
Pengesahan Omnibus Law RUU-Cipta Kerja pada 5 Oktober lalu mengundang banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Sebelumnya, pengajuan Rancangan Omnibus Law Cipta Kerja ini dianggap oleh pemerintah sebagai jawaban atas disharmoni dan tumpang tindih berbagai regulasi yang menghambat pertumbuhan investasi. Dilansir dari Tempo.co, omnibus law dibentuk untuk mengganti dan/atau mencabut diantaranya 82 undang-undang dan 1.194 pasal dalam bentuk omnibus law Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dengan cakupan 11 kluster dari penyederhanaan perizinan, ketenagakerjaan, investasi hingga proyek pemerintah. Adapun penolakan yang ditimbulkan dari disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja ini adalah karena proses pembentukannya yang terkesan terburu-buru hingga substansi yang dinilai merugikan sektor buruh. Minimnya keterbukaan dan akses publik pada tahap penyusunan menimbulkan kesan adanya upaya menghindari kritikan dan penolakan publik yang makin menguat, khususnya dari kalangan buruh, petani, nelayan, akademisi, serta para pegiat lingkungan. Dalam kesempatan ini, Farel bersama Bapak Idul Rishan akan membahas dan berdiskusi mengenai seluk beluk dan problematika substansi Undang-Undang Cipta Kerja mengenai apa urgensi pemerintah dalam pembentukan Undang-undang Cipta Kerja, bagaimana indikator keterbukaan yang baik ditinjau dari proses penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja , dan mengapa substansi Undang-Undang Cipta Kerja dinilai merugikan sektor buruh dan terkesan menguntungkan sektor pengusaha? --- Send in a voice message: https://anchor.fm/himmahpodcast/message